Kamis, 25 September 2025

Tugas Mandiri 2

 Catatan Reflektif: Gaya Hidup dan Prinsip Keberlanjutan

Ketika saya merefleksikan gaya hidup sehari-hari, saya menyadari bahwa beberapa aspek sudah mencerminkan prinsip keberlanjutan, meskipun masih ada banyak hal yang perlu diperbaiki.

 1. Konsumsi

 Saya berusaha membeli barang sesuai kebutuhan, bukan sekadar mengikuti tren. Misalnya, saya jarang membeli pakaian baru kecuali memang diperlukan, dan lebih memilih produk lokal yang harganya terjangkau serta mendukung usaha kecil. Namun, saya masih sering membeli makanan dengan kemasan plastik sekali pakai, terutama ketika memesan lewat aplikasi secara online. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran saya ada, tetapi kenyataanya masih belum konsisten.

2. Transportasi

 Saya cukup sering menggunakan transportasi umum seperti bus atau kereta ketika pergi ke kampus maupun bepergian jauh, karena lebih hemat dan ramah lingkungan. Untuk jarak dekat, saya lebih memilih berjalan kaki. Namun, saya tetap mengandalkan kendaraan pribadi (motor) jika sedang terburu-buru. Dari sisi ini, saya menyadari masih ada ketergantungan pada moda transportasi yang menghasilkan emisi.

3.Energi

 Saya sudah mulai membiasakan diri untuk mematikan lampu, kipas, dan charger ketika tidak digunakan. Saya juga berusaha menghemat air dengan menutup keran rapat dan tidak berlama-lama saat mandi. Meski begitu, terkadang saya masih lengah, seperti menyalakan kipas angin semalaman. Kebiasaan kecil seperti ini dapat menyebabkan pemborosan energi yang sebenarnya bisa dihindari.

Ke depannya, saya ingin lebih disiplin membawa wadah makanan sendiri untuk mengurangi sampah plastik, serta mencoba bersepeda sebagai alternatif transportasi jarak dekat. Saya juga berkomitmen untuk lebih konsisten dalam menghemat energi di rumah. Dengan langkah-langkah kecil namun nyata, saya berharap gaya hidup saya semakin selaras dengan prinsip keberlanjutan.

Tugas Terstruktur 02

 

Analisis IPAT – Negara Jepang

 Kelompok 4 

🔎 Tujuan Analisis
Menganalisis dampak lingkungan Jepang berdasarkan model IPAT: I = P × A × T dan mengevaluasi apakah Jepang menunjukkan pola keberlanjutan atau decoupling.

📊 Data IPAT – Jepang (2024)

Komponen

Nilai & Sumber

P (Population)

123 juta jiwa; tren pertumbuhan negatif (World Bank, 2024)

A (Affluence)

HDI: 0,925; GDP per kapita: USD 34.000 (UNDP & IMF, 2024)

T (Technology)

Emisi CO₂ per kapita: 7,6 ton; 26,7% energi dari sumber terbarukan (IEA, 2024)

I (Impact)

Estimasi I = 123 juta × 34.000 × 7,6 ≈ 3,18 × 10¹⁵ unit dampak (indikatif)

📌 Interpretasi

  • Jepang memiliki HDI tinggi dan GDP per kapita besar, namun konsumsi energi fosil masih signifikan.
  • Upaya peningkatan energi terbarukan (surya, angin, biomassa) menunjukkan tren positif dan sedikit menurunkan intensitas emisi.
  • Populasi menurun dapat mengurangi tekanan lingkungan, tetapi membawa tantangan sosial (tenaga kerja, ekonomi).
  • Pola ini menunjukkan transisi menuju decoupling: kesejahteraan relatif stabil sementara emisi mulai turun.

🌱 Rekomendasi

  • Percepat investasi energi terbarukan dan nuklir yang aman.
  • Insentif untuk industri rendah karbon dan transportasi listrik.
  • Pendidikan dan kesadaran publik tentang konsumsi berkelanjutan.
  • Kebijakan demografi untuk menjaga tenaga kerja produktif.

🎨 Infografis Visual (Deskripsi)

  • Diagram IPAT dengan ikon populasi, grafik GDP, dan panel surya.
  • Grafik tren emisi CO₂ Jepang dari 2000–2024 untuk menunjukkan arah perubahan.
  • Peta Asia dengan sorotan Jepang dan indikator keberlanjutan.
  • Tiga ikon pilar TBL (Triple Bottom Line): People, Planet, Profit.

📚 Referensi

  • World Bank. (2024). Population, Japan. Retrieved from https://data.worldbank.org/indicator/SP.POP.TOTL?locations=JP
  • International Monetary Fund & United Nations Development Programme. (2024). GDP per capita and Human Development Index, Japan. Retrieved from https://www.imf.org/ and https://hdr.undp.org/
  • Our World in Data. (2024). CO₂ emissions per capita: Japan. Retrieved from https://ourworldindata.org/co2-emissions
  • International Energy Agency. (2024). Renewable energy share in electricity generation: Japan. Retrieved from https://www.iea.org/countries/japan
  • Global Footprint Network. (2024). National Footprint and Biocapacity Accounts: Japan. Retrieved from https://data.footprintnetwork.org/
  • Graedel, T. E., & Allenby, B. R. (2010). Industrial ecology and sustainable engineering. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education.

Rabu, 24 September 2025

5 poin penting Industri 4.0 dan keberlanjutan: Menuju konseptualisasi dan teori — Jurnal Produksi Bersih, 2021. ScienceDirect

Nama : Wisnu Prasetyo Aji 
Nim : 41624010010
A10

1.Fragmentasi Literatur & Kebutuhan Kerangka Teoritis
Penelitian menemukan bahwa meskipun topik Industry 4.0 + keberlanjutan makin populer, literaturnya masih sangat terfragmentasi. Banyak studi terfokus pada aspek teknis saja, kurang melihat hubungan menyeluruh antara teknologi, praktik bisnis, regulasi, dan dampak sosial-lingkungan. Ada kebutuhan untuk kerangka teori yang lebih sistematik yang menghubungkan elemen‑elemen ini. 


2.Konsep Teknologi Industri 4.0 sebagai Enabler Keberlanjutan
Teknologi‑teknologi kunci seperti Internet of Things (IoT), Cyber-Physical Systems, Big Data, Artificial Intelligence, dan lainnya dilihat sebagai “enabler” atau pendorong utama untuk praktik keberlanjutan. Teknologi ini memungkinkan praktik yang lebih efisien dalam penggunaan sumber daya, pengurangan limbah, penghematan energi, dan peningkatan transparansi. 


3.Dimensi Keberlanjutan dalam Kerangka Triple Bottom Line
Penulis menekankan pentingnya melihat keberlanjutan tidak hanya dari sudut lingkungan, tetapi juga ekonomi dan sosial. Industry 4.0 harus diintegrasikan sedemikian rupa agar memberikan manfaat ke tiga aspek ini: performa ekonomi, kesejahteraan sosial, serta perlindungan lingkungan. Efek‑positif teknologi perlu diseimbangkan dengan potensi risiko sosial (misalnya ketidaksiapan tenaga kerja, ketimpangan akses teknologi) serta dampak lingkungan tak langsung. 


4.Model Konseptual & Kerangka Teori
Dari analisis 117 artikel yang dikaji, artikel ini menyusun sebuah conceptualization framework yang menggambarkan jalur bagaimana teknologi Industri 4.0 dapat diimplementasikan untuk menghasilkan praktik keberlanjutan, faktor‑enabler dan penghalang (barriers), serta bagaimana performa keberlanjutan dapat diukur. Framework ini mencakup teknologi, organisasi, praktik operasional, regulasi, dan stakeholder. 


5.Implikasi Praktis dan Kebijakan
Artikel ini juga memberi perhatian pada apa yang harus dilakukan oleh manajer, organisasi, dan pembuat kebijakan agar Industry 4.0 dapat benar‑benar berkontribusi pada keberlanjutan. Termasuk hal‑hal seperti: investasi pada infrastruktur digital; regulasi yang mendukung; pelatihan SDM; mekanisme pengukuran dampak; serta kolaborasi lintas pihak (industri, akademisi, pemerintah). 

Minggu, 21 September 2025

Tugas Mandiri 1


Pengamatan Sistem Industri

1. Elemen Teknologi yang terlibat dalam Pabrik Tekstil

Dalam proses produksi tekstil, terdapat beberapa teknologi utama yang digunakan, yaitu:

  • Mesin pemintal benang: mengubah kapas atau bahan baku lain menjadi benang.

  • Mesin tenun/rajut: mengolah benang menjadi kain dengan pola tertentu.

  • Mesin pewarna: menggunakan zat kimia untuk memberi warna pada kain.

  • Mesin finishing: memberikan perlakuan akhir agar kain lebih halus, kuat, dan layak dipasarkan.

  • Sistem transportasi internal: berupa forklift dan conveyor belt untuk memindahkan bahan dari satu departemen ke departemen lain.

Teknologi tersebut mempermudah pekerjaan manusia, meningkatkan kapasitas produksi, serta mengurangi waktu proses. Namun, peran manusia tetap penting sebagai operator, pengawas kualitas, serta pengendali mesin.

2. Dampak Lingkungan yang Muncul

Industri tekstil juga menimbulkan dampak terhadap lingkungan sekitar, di antaranya:

  • Pencemaran air: limbah cair dari proses pewarnaan yang mengandung zat kimia dapat mencemari sungai jika tidak dikelola dengan baik.

  • Pencemaran udara: asap dari mesin berbahan bakar fosil atau debu kain dapat menurunkan kualitas udara.

  • Sampah padat: sisa kain atau benang yang tidak terpakai menambah jumlah limbah padat.

  • Konsumsi energi tinggi: penggunaan listrik dalam jumlah besar menyebabkan peningkatan jejak karbon.

Untuk mengurangi dampak ini, beberapa pabrik mulai menerapkan teknologi ramah lingkungan, seperti instalasi pengolahan air limbah (IPAL), penggunaan energi terbarukan, serta program daur ulang kain.


Hubungan Manusia, Teknologi, dan Alam

1. Sebelum Perkuliahan Pertama

Sebelum mengikuti perkuliahan, saya cenderung melihat hubungan manusia, teknologi, dan alam secara terpisah.

  • Manusia dianggap sebagai pengguna utama teknologi untuk meningkatkan produktivitas.

  • Teknologi hanya saya lihat sebagai alat bantu yang netral tanpa memperhatikan dampaknya.

  • Alam saya anggap hanya sebagai penyedia bahan baku, tanpa memikirkan keseimbangan ekologis.

Dengan pandangan ini, saya lebih fokus pada sisi manfaat ekonomi industri tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan.

2. Sesudah Perkuliahan Pertama

Setelah mengikuti perkuliahan pertama, pandangan saya mulai berubah. Saya memahami bahwa hubungan manusia, teknologi, dan alam bersifat saling terkait dan tidak bisa dipisahkan.

  • Manusia tidak hanya sebagai pengguna teknologi, tetapi juga sebagai penanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan.

  • Teknologi bukan sekadar alat netral, melainkan hasil dari nilai, pengetahuan, dan keputusan manusia yang bisa berdampak positif maupun negatif.

  • Alam bukan hanya penyedia sumber daya, tetapi juga bagian dari ekosistem yang harus dijaga agar keberlanjutan kehidupan tetap terjamin.

Saya kini menyadari pentingnya prinsip sustainable development, yaitu bagaimana memanfaatkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa merusak kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.


Kesimpulan

Pengamatan terhadap pabrik tekstil menunjukkan bahwa sistem industri memiliki elemen teknologi yang sangat beragam dan berfungsi meningkatkan produktivitas. Namun, penggunaan teknologi juga menimbulkan dampak lingkungan berupa pencemaran air, udara, serta konsumsi energi yang tinggi.

Pandangan saya sebelum perkuliahan cenderung melihat teknologi hanya sebagai alat bantu ekonomi. Setelah mengikuti perkuliahan, saya menyadari bahwa hubungan manusia, teknologi, dan alam harus dipahami secara holistik. Manusia memiliki tanggung jawab etis untuk menggunakan teknologi secara bijak agar keseimbangan dengan alam tetap terjaga.



#EkologiIndustri #SimbiosisIndustri #KeberlanjutanProduksi #IndustriHijau #CircularEconomy #ManusiaDanTeknologi #DesainBerkelanjutan #TransformasiIndustri #EkosistemIndustri #PembangunanBerkelanjutan

Jumat, 19 September 2025

Tugas Terstruktur 1




Abstrak

Krisis lingkungan yang semakin mengancam keberlanjutan planet bumi menuntut transformasi fundamental dalam cara kita memproduksi barang dan jasa. Artikel ini mengkaji berbagai inovasi produksi yang dirancang untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan sambil tetap memenuhi kebutuhan manusia. Melalui pendekatan reflektif, tulisan ini menganalisis konsep ekonomi sirkular, teknologi ramah lingkungan, dan praktik produksi berkelanjutan sebagai solusi alternatif terhadap model produksi linear yang merusak. Penelitian menunjukkan bahwa inovasi seperti bioteknologi hijau, manufaktur aditif, energi terbarukan dalam proses produksi, dan desain untuk keberlanjutan dapat secara signifikan mengurangi jejak karbon dan limbah industri. Namun, implementasi inovasi ini menghadapi tantangan berupa biaya investasi tinggi, resistensi perubahan, dan kurangnya regulasi yang mendukung. Kesimpulan dari refleksi ini adalah bahwa inovasi produksi berkelanjutan bukan hanya kebutuhan mendesak, tetapi juga peluang untuk menciptakan nilai ekonomi jangka panjang yang selaras dengan pelestarian lingkungan.

Kata Kunci: inovasi produksi, keberlanjutan, ekonomi sirkular, teknologi hijau, produksi berkelanjutan

1. Pendahuluan

Revolusi industri telah mengantarkan manusia pada era kemakmuran material yang belum pernah ada sebelumnya. Namun, kemajuan ini diiringi dengan konsekuensi lingkungan yang semakin mengkhawatirkan. Model produksi linear "ambil-buat-buang" telah mengakibatkan deplesi sumber daya alam, akumulasi limbah, dan perubahan iklim yang mengancam keberlanjutan planet bumi.

Dalam konteks ini, inovasi produksi yang tidak merusak bumi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Para ilmuwan, teknolog, dan praktisi industri berlomba mengembangkan solusi inovatif yang dapat memutus mata rantai destruktif antara pertumbuhan ekonomi dan degradasi lingkungan. Konsep "decoupling" atau pemisahan antara pertumbuhan ekonomi dan konsumsi sumber daya alam menjadi paradigma baru yang mendorong lahirnya berbagai inovasi produksi berkelanjutan.

Artikel ini bertujuan mengeksplorasi berbagai dimensi inovasi produksi yang ramah lingkungan, mulai dari konsep teoritis hingga implementasi praktis di berbagai sektor industri. Melalui pendekatan reflektif, tulisan ini berupaya memberikan gambaran komprehensif tentang potensi, tantangan, dan arah masa depan inovasi produksi berkelanjutan.

2. Permasalahan

2.1 Krisis Model Produksi Konvensional

Model produksi konvensional yang mendominasi era industri modern menghadapi berbagai permasalahan fundamental. Pertama, ketergantungan berlebihan pada sumber daya alam yang terbatas menciptakan ancaman kelangkaan bahan baku. Kedua, proses produksi linear menghasilkan limbah dalam jumlah massive yang mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan ekosistem.

Data dari Ellen MacArthur Foundation menunjukkan bahwa ekonomi global saat ini hanya 8,6% yang bersifat sirkular, artinya lebih dari 90% material yang digunakan tidak dikembalikan ke dalam siklus produksi. Kondisi ini menciptakan tekanan luar biasa terhadap lingkungan dan mengancam keberlanjutan jangka panjang aktivitas produksi manusia.

2.2 Dampak Lingkungan yang Mengkhawatirkan

Sektor industri berkontribusi sekitar 21% terhadap emisi gas rumah kaca global. Proses produksi konvensional juga menjadi penyebab utama polusi air, tanah, dan udara. Industri tekstil, misalnya, mengonsumsi 79 miliar meter kubik air per tahun dan menghasilkan 20% dari total limbah cair industri global.

Permasalahan ini diperparah dengan meningkatnya konsumsi global akibat pertumbuhan populasi dan peningkatan daya beli masyarakat, terutama di negara-negara berkembang. Tanpa transformasi fundamental dalam cara produksi, tekanan terhadap lingkungan akan terus meningkat eksponensial.

3. Pembahasan

3.1 Konsep Ekonomi Sirkular dalam Inovasi Produksi

Ekonomi sirkular menjadi fondasi utama inovasi produksi berkelanjutan. Berbeda dengan model linear, ekonomi sirkular menerapkan prinsip "reduce, reuse, recycle" dalam setiap tahapan produksi. Inovasi dalam konteks ini mencakup desain produk yang dapat didaur ulang, penggunaan bahan baku terbarukan, dan optimalisasi efisiensi sumber daya.

Contoh konkret implementasi ekonomi sirkular adalah industry "cradle-to-cradle" yang dikembangkan oleh Michael Braungart dan William McDonough. Konsep ini mengharuskan setiap produk dirancang sedemikian rupa sehingga komponen-komponennya dapat sepenuhnya dikembalikan ke biosfer atau technosphere tanpa menimbulkan dampak negatif.

Perusahaan seperti Patagonia telah menerapkan konsep ini dengan mengembangkan program "Worn Wear" yang memungkinkan konsumen memperbaiki, berbagi, dan mendaur ulang produk mereka. Interface Inc., produsen karpet terbesar dunia, berkomitmen mencapai "Mission Zero" dengan mengeliminasi jejak negatif perusahaan terhadap lingkungan pada tahun 2020.

3.2 Teknologi Hijau dalam Proses Produksi

Inovasi teknologi hijau mencakup spektrum luas solusi yang dirancang untuk meminimalkan dampak lingkungan proses produksi. Bioteknologi hijau, misalnya, memanfaatkan organisme hidup untuk memproduksi bahan kimia, bahan bakar, dan material dengan cara yang lebih ramah lingkungan dibandingkan metode konvensional.

Perusahaan seperti Bolt Threads menggunakan bioteknologi untuk memproduksi serat mirip sutra dari protein yang diproduksi oleh ragi yang telah direkayasa genetik. Novozymes mengembangkan enzim industri yang memungkinkan proses produksi dengan konsumsi energi lebih rendah dan limbah minimal.

Manufaktur aditif atau 3D printing juga menjadi game-changer dalam inovasi produksi berkelanjutan. Teknologi ini memungkinkan produksi "on-demand" yang mengurangi waste material hingga 90% dibandingkan metode manufaktur konvensional. Selain itu, 3D printing memungkinkan produksi lokal yang mengurangi jejak karbon dari transportasi.

3.3 Energi Terbarukan dalam Sistem Produksi

Transisi menuju energi terbarukan dalam proses produksi menjadi kunci utama dekarbonisasi industri. Google telah mencapai karbon netral untuk semua operasinya dan berkomitmen menggunakan 100% energi bebas karbon pada tahun 2030. Apple mengklaim telah mencapai karbon netral untuk operasi korporat dan berkomitmen menjadikan seluruh rantai pasokannya karbon netral pada tahun 2030.

Inovasi dalam penyimpanan energi, seperti teknologi baterai generasi baru dan sistem penyimpanan energi termal, memungkinkan industri mengoptimalkan penggunaan energi terbarukan yang bersifat intermiten. Tesla Gigafactory, misalnya, dirancang untuk beroperasi sepenuhnya dengan energi terbarukan dan menjadi "net positive energy factory".

3.4 Desain untuk Keberlanjutan (Design for Sustainability)

Prinsip desain untuk keberlanjutan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan sejak tahap awal pengembangan produk. Pendekatan ini mencakup pemilihan material yang ramah lingkungan, optimalisasi efisiensi energi, dan desain untuk kemudahan daur ulang.

Fairphone menjadi contoh excellent dalam kategori ini dengan mengembangkan smartphone yang dapat diperbaiki dan diupgrade oleh pengguna. Desain modular memungkinkan penggantian komponen individual tanpa harus mengganti seluruh perangkat, secara signifikan mengurangi e-waste.

Dalam industri otomotif, BMW telah mengembangkan konsep "circular design" dengan menggunakan material daur ulang dalam produksi kendaraan. BMW i3, misalnya, menggunakan 25% material daur ulang dan dapat didaur ulang hingga 95% pada akhir masa pakainya.

3.5 Tantangan Implementasi

Meskipun menjanjikan, implementasi inovasi produksi berkelanjutan menghadapi berbagai tantangan signifikan. Pertama, biaya investasi awal yang tinggi seringkali menjadi barrier utama, terutama bagi perusahaan kecil dan menengah. Teknologi hijau umumnya memerlukan capital expenditure yang substantial dan periode payback yang relatif panjang.

Kedua, resistensi perubahan dari stakeholder internal dan eksternal. Transformasi menuju produksi berkelanjutan seringkali memerlukan perubahan fundamental dalam kultur organisasi, proses bisnis, dan model operasional yang tidak selalu mudah diterima.

Ketiga, keterbatasan infrastruktur pendukung, seperti sistem distribusi energi terbarukan, fasilitas daur ulang, dan supply chain berkelanjutan. Keempat, regulatory gap dimana regulasi yang ada belum sepenuhnya mendukung atau bahkan menghambat inovasi produksi berkelanjutan.

4. Kesimpulan

Inovasi produksi yang tidak merusak bumi merupakan imperativ zaman yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Melalui refleksi mendalam terhadap berbagai pendekatan dan teknologi yang telah dibahas, dapat disimpulkan bahwa transformasi menuju produksi berkelanjutan bukan hanya mungkin secara teknis, tetapi juga menguntungkan secara ekonomis dalam jangka panjang.

Ekonomi sirkular, teknologi hijau, energi terbarukan, dan desain berkelanjutan telah terbukti dapat mengurangi dampak lingkungan secara signifikan sambil tetap mempertahankan atau bahkan meningkatkan efisiensi produksi. Kasus-kasus sukses dari berbagai perusahaan global menunjukkan bahwa inovasi produksi berkelanjutan dapat menciptakan competitive advantage yang sustainable.

Namun, kesuksesan transformasi ini memerlukan kolaborasi sinergis antara pemerintah, industri, akademisi, dan masyarakat. Tanpa dukungan ekosistem yang komprehensif, inovasi produksi berkelanjutan akan sulit mencapai scale yang diperlukan untuk memberikan dampak signifikan terhadap pelestarian bumi.

5. Saran

Berdasarkan analisis dan refleksi yang telah dilakukan, beberapa saran strategis dapat dirumuskan:

Untuk Pemerintah:

  1. Mengembangkan regulasi yang mendukung dan memberikan insentif bagi inovasi produksi berkelanjutan
  2. Meningkatkan investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi hijau
  3. Membangun infrastruktur pendukung seperti smart grid untuk energi terbarukan dan fasilitas daur ulang yang memadai

Untuk Industri:

  1. Mengalokasikan porsi signifikan dari anggaran R&D untuk inovasi produksi berkelanjutan
  2. Mengadopsi pendekatan life cycle assessment dalam setiap keputusan produksi
  3. Membangun partnership strategis dengan startup teknologi hijau dan institusi penelitian

Untuk Akademisi:

  1. Mengintensifkan penelitian interdisipliner yang menggabungkan teknologi, ekonomi, dan ilmu lingkungan
  2. Mengembangkan kurikulum yang mengintegrasikan prinsip-prinsip sustainability dalam pendidikan teknik dan bisnis
  3. Memperkuat collaboration dengan industri untuk mempercepat transfer teknologi

Untuk Masyarakat:

  1. Meningkatkan kesadaran dan preferensi terhadap produk berkelanjutan melalui pilihan konsumsi
  2. Berpartisipasi aktif dalam program daur ulang dan ekonomi sirkular
  3. Mendukung kebijakan dan inisiatif yang pro-lingkungan

Daftar Pustaka

  1. Modul 1: Konsep Dasar Pembangunan Berkelanjutan dan Inovasi Teknologi Hijau. Program Studi Teknik Industri.
  2. Ellen MacArthur Foundation. (2019). Completing the Picture: How the Circular Economy Tackles Climate Change. Ellen MacArthur Foundation.
  3. Braungart, M., & McDonough, W. (2008). Cradle to Cradle: Remaking the Way We Make Things. North Point Press.
  4. Geissdoerfer, M., Savaget, P., Bocken, N. M., & Hultink, E. J. (2017). The Circular Economy–A new sustainability paradigm?. Journal of Cleaner Production, 143, 757-768.
  5. Bocken, N. M., Short, S. W., Rana, P., & Evans, S. (2014). A literature and practice review to develop sustainable business model archetypes. Journal of Cleaner Production, 65, 42-56.
  6. Murray, A., Skene, K., & Haynes, K. (2017). The circular economy: an interdisciplinary exploration of the concept and application in a global context. Journal of Business Ethics, 140(3), 369-380.
  7. UNEP. (2021). Making Peace with Nature: A Scientific Blueprint to Tackle the Climate, Biodiversity and Pollution Emergencies. United Nations Environment Programme.
  8. Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2019). Creating shared value: How to reinvent capitalism—and unleash a wave of innovation and growth. Harvard Business Review, 97(1), 64-77.


Hastag

#EkologiIndustri #SimbiosisIndustri #KeberlanjutanProduksi #IndustriHijau #CircularEconomy #ManusiaDanTeknologi #DesainBerkelanjutan #TransformasiIndustri #EkosistemIndustri #PembangunanBerkelanjutan
 

Tugas Mandiri 07

 Tugas Mandiri 07 Menonton dan Merangkum Video tentang LCIA & Interpretation Wisnu Prasetyo Aji (416241010010) A10