Rabu, 24 Desember 2025

Refleksi Etika Rekayasa dan Strategi Penerapan Ekologi Industri dalam Dunia Kerja (Tugas Mandiri 15)

 



Refleksi Singkat 

Integritas etika merupakan fondasi utama bagi masa depan industri di Indonesia yang berkelanjutan. Tanpa nilai kejujuran dan tanggung jawab moral, penerapan teknologi dan sistem industri hanya akan berorientasi pada keuntungan jangka pendek tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosial. Dalam konteks industrialisasi yang terus berkembang, insinyur dan profesional teknik memiliki peran strategis sebagai pengambil keputusan yang menentukan arah penggunaan sumber daya alam. Etika yang kuat mendorong lahirnya inovasi yang tidak hanya efisien secara ekonomi, tetapi juga adil bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan. Dengan menjadikan etika sebagai kompas dalam praktik rekayasa, industri Indonesia dapat tumbuh secara kompetitif sekaligus berkontribusi pada kesejahteraan jangka panjang dan keberlanjutan generasi mendatang.


Simulasi Negosiasi Ekosistem Industri (Tugas Terstruktur 15)

 Kelompok 4 

- Wisnu Aji Prasetyo (41624010010)

- Shelly Anastasya M (41624010011)

- Qhobid Casio (41624010012)


LAPORAN PENDUKUNG
Simulasi Negosiasi Ekosistem Industri

Kasus A: Pembangunan Jaringan Pipa Uap Panas (Waste Heat)


1. Pendahuluan

Pembangunan jaringan pipa uap panas dari pembangkit listrik menuju kawasan industri merupakan salah satu bentuk penerapan ekologi industri melalui pemanfaatan panas buang (waste heat recovery). Meskipun secara teknis mampu meningkatkan efisiensi energi dan menurunkan emisi karbon, proyek ini berpotensi menimbulkan konflik sosial karena jalur pipa direncanakan melewati kawasan pemukiman warga. Oleh karena itu, diperlukan proses negosiasi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk mencapai solusi yang adil, aman, dan berkelanjutan.


2. Analisis Stakeholder

Analisis stakeholder dilakukan untuk memahami kepentingan utama masing-masing pihak yang terlibat dalam negosiasi.

2.1 Industri (Pembangkit Listrik Swasta)

Kepentingan utama industri adalah meningkatkan efisiensi operasional dengan memanfaatkan panas buang yang sebelumnya terlepas ke lingkungan. Selain itu, industri berorientasi pada profitabilitas, pengurangan biaya energi, serta kepatuhan terhadap regulasi lingkungan dengan biaya serendah mungkin.

2.2 Pemerintah Daerah

Pemerintah berperan sebagai regulator dan mediator. Kepentingan utamanya meliputi perlindungan keselamatan masyarakat, kepatuhan terhadap peraturan lingkungan, pencapaian target penurunan emisi nasional, serta menjaga stabilitas sosial dan ekonomi di wilayah tersebut.

2.3 Komunitas Lokal

Komunitas lokal memiliki kepentingan utama pada keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan lingkungan tempat tinggal. Warga juga menuntut adanya manfaat ekonomi langsung serta jaminan bahwa proyek industri tidak akan menurunkan kualitas hidup atau nilai properti mereka.

2.4 Akademisi / NGO

Akademisi dan NGO bertindak sebagai pihak independen yang fokus pada aspek ilmiah, etika, dan keberlanjutan jangka panjang. Kepentingan utamanya adalah memastikan keputusan yang diambil berbasis data (misalnya LCA), menerapkan prinsip kehati-hatian, dan menjamin keadilan lingkungan.


3. Daftar Argumen dalam Proses Negosiasi

Berikut adalah poin-poin utama yang disampaikan oleh masing-masing pihak selama proses negosiasi:

3.1 Argumen Industri

Pemanfaatan waste heat dapat meningkatkan efisiensi energi dan mendukung konsep simbiosis industri.

Proyek berkontribusi pada pengurangan emisi karbon dan mendukung target keberlanjutan.

Teknologi pipa uap panas telah memenuhi standar keselamatan industri.

3.2 Argumen Pemerintah

Proyek harus mematuhi seluruh regulasi keselamatan dan lingkungan.

Dukungan terhadap proyek hanya diberikan jika terdapat jaminan keselamatan warga.

Pemerintah dapat memberikan insentif pajak hijau jika industri meningkatkan standar pengamanan dan transparansi.

3.3 Argumen Komunitas Lokal

Risiko kebocoran pipa dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan warga.

Warga menolak proyek jika tidak ada manfaat langsung bagi masyarakat sekitar.

Diperlukan keterlibatan warga dalam pengawasan dan pemantauan proyek.

3.4 Argumen Akademisi / NGO

Berdasarkan Life Cycle Assessment (LCA), proyek memiliki manfaat lingkungan yang signifikan.

Prinsip kehati-hatian harus diterapkan untuk meminimalkan risiko teknis dan sosial.

Proyek harus menjunjung keadilan lingkungan dan tidak membebankan risiko pada satu kelompok saja.


4. Landasan Etis dalam Pengambilan Keputusan

Kesepakatan akhir dalam simulasi ini didasarkan pada beberapa prinsip etika rekayasa, yaitu:

4.1 Prinsip Kehati-hatian (Precautionary Principle)

Prinsip ini digunakan untuk memastikan bahwa potensi risiko terhadap keselamatan warga dapat dicegah sejak awal, meskipun kemungkinan terjadinya rendah. Implementasinya berupa pengalihan jalur pipa, pemasangan sensor kebocoran, dan sistem penghentian otomatis.

4.2 Prinsip Keadilan Lingkungan

Kesepakatan menekankan bahwa masyarakat sekitar tidak boleh hanya menanggung risiko, tetapi juga harus memperoleh manfaat nyata, seperti kompensasi ekonomi, akses energi lebih murah, dan peluang kerja.

4.3 Prinsip Tanggung Jawab Antargenerasi

Keputusan yang diambil mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan generasi mendatang, terutama melalui pengurangan emisi dan pemanfaatan sumber daya secara efisien.


4.4 Prinsip Transparansi dan Partisipasi Publik

Pelibatan masyarakat dalam pemantauan dan audit keselamatan menjadi bagian penting dari kesepakatan untuk menjaga kepercayaan publik.

5. Kesimpulan

Simulasi negosiasi ini menunjukkan bahwa konflik kepentingan dalam proyek industri dapat diselesaikan melalui dialog yang berbasis data, etika, dan kolaborasi. Dengan mengintegrasikan prinsip ekologi industri dan etika rekayasa, proyek pemanfaatan waste heat tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi bagi industri, tetapi juga menjamin keselamatan, keadilan, dan keberlanjutan bagi masyarakat dan lingkungan.

IDENTIFIKASI LIMBAH DAN PERANCANGAN SIMBIOSIS SUMBER DAYA (Tugas Mandiri 14)

 

IDENTIFIKASI LIMBAH DAN PERANCANGAN SIMBIOSIS SUMBER DAYA

DI LINGKUNGAN KANTIN KAMPUS

1. Lokasi Pengamatan

Pengamatan dilakukan di Kantin Kampus Mercu Buana, yang terdiri dari beberapa tenant makanan dan minuman yang beroperasi setiap hari. Aktivitas utama meliputi memasak, penyajian makanan, dan penjualan minuman. Berdasarkan observasi, kantin menghasilkan berbagai jenis limbah organik dan non-organik secara rutin. (Foto kondisi kantin dan tempat pembuangan sampah terlampir)


2. Inventarisasi dan Karakteristik Limbah

Jenis LimbahSumberPerkiraan VolumeKondisi Saat Ini
Sisa makanan (nasi & lauk)Tenant makanan±15 kg/hariDibuang ke tempat sampah
Ampas kopiTenant minuman kopi±8–10 kg/hariDibuang, menimbulkan bau
Air buangan ACGedung kantin±50 liter/hariDialirkan ke selokan

Dari hasil inventarisasi, ampas kopi dan sisa makanan merupakan limbah yang paling menumpuk dan belum dimanfaatkan, sehingga berpotensi menimbulkan bau dan meningkatkan volume sampah organik.


3. Perancangan Simbiosis Sederhana

Berdasarkan karakteristik limbah yang dihasilkan, dirancang konsep simbiosis sumber daya sebagai berikut:

Tenant Kopi Kantin
➡️ Ampas Kopi
➡️ Komunitas Kebun Kampus
➡️ Media tanam jamur tiram / kompos organik

Tenant Makanan Kantin
Sisa makanan
Peternak Maggot Skala Komunitas
Pakan maggot (BSF) → pakan ikan/ternak

Diagram panah sederhana ini menunjukkan bahwa limbah organik dari kantin dapat dimanfaatkan kembali oleh pihak lain di lingkungan kampus atau komunitas sekitar.


4. Manfaat Simbiosis

Penerapan simbiosis sumber daya ini memberikan beberapa manfaat, antara lain:

  • Manfaat lingkungan: Mengurangi volume sampah organik yang dibuang ke TPA serta mencegah bau dan kondisi becek di area kantin.

  • Manfaat ekonomi: Mengurangi biaya pengangkutan sampah dan menyediakan bahan baku gratis bagi kebun kampus atau peternak maggot.

  • Manfaat sosial: Mendorong kolaborasi antar unit di lingkungan kampus dan meningkatkan kesadaran akan prinsip ekologi industri skala mikro.


Kesimpulan Singkat

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa limbah di lingkungan kampus memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan kembali melalui konsep simbiosis sederhana. Dengan penerapan prinsip ekologi industri pada skala komunitas, limbah tidak lagi dipandang sebagai beban, melainkan sebagai sumber daya yang bernilai guna dan berkelanjutan.

PERANCANGAN KAWASAN INDUSTRI EKOLOGIS (ECO-INDUSTRIAL PARK) (Tugas Terstruktur 14)

 

PERANCANGAN KAWASAN INDUSTRI EKOLOGIS (ECO-INDUSTRIAL PARK)

Berbasis Simbiosis Industri


I. Deskripsi Aktor Industri

Kawasan Industri Ekologis yang dirancang dalam studi ini terdiri dari lima entitas industri yang saling terintegrasi melalui pertukaran material, energi, dan air. Setiap industri memiliki karakteristik input, output, dan limbah yang berpotensi dimanfaatkan oleh industri lain.

1. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

  • Input utama: Batu bara, air, udara

  • Output produk: Energi listrik

  • Limbah/hasil samping: Uap panas (steam), panas buang (waste heat), fly ash dan bottom ash

2. Pabrik Kertas

  • Input utama: Kayu pulp, air, energi panas

  • Output produk: Kertas

  • Limbah/hasil samping: Air limbah proses, lumpur kertas (paper sludge)

3. Pabrik Gula

  • Input utama: Tebu, air, energi

  • Output produk: Gula kristal

  • Limbah/hasil samping: Ampas tebu (bagasse), air limbah organik

4. Pabrik Pupuk Organik

  • Input utama: Bahan organik, air, energi

  • Output produk: Pupuk organik

  • Limbah/hasil samping: Panas proses, residu organik

5. Industri Pengolahan Makanan

  • Input utama: Bahan baku pangan, air, energi panas

  • Output produk: Produk makanan olahan

  • Limbah/hasil samping: Limbah organik dan air limbah


II. Eco-Industrial Network Map (Visualisasi Jaringan)

Jaringan simbiosis industri dalam kawasan ini divisualisasikan dalam bentuk peta aliran yang menunjukkan pertukaran sumber daya antar entitas industri. Aliran dibedakan berdasarkan jenis sumber daya sebagai berikut:

  • Aliran Energi (Garis Merah)
    PLTU menyalurkan uap panas (steam) dan panas buang ke Pabrik Kertas dan Industri Pengolahan Makanan untuk kebutuhan proses pemanasan, sehingga industri penerima tidak perlu menghasilkan energi panas sendiri.

  • Aliran Material (Garis Hijau)
    Ampas tebu (bagasse) dari Pabrik Gula dimanfaatkan sebagai bahan baku utama Pabrik Pupuk Organik. Fly ash dari PLTU juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran pupuk atau bahan konstruksi ringan.

  • Aliran Air (Garis Biru)
    Air limbah yang telah diolah dari Pabrik Kertas dan Industri Pengolahan Makanan digunakan kembali oleh PLTU dan Pabrik Gula untuk proses pendinginan dan pencucian non-kontak produk.

Visualisasi ini menunjukkan bahwa limbah dari satu industri tidak lagi dipandang sebagai beban lingkungan, melainkan sebagai sumber daya bernilai bagi industri lain dalam satu kawasan.


III. Tabel Sinergi Antar Industri

Dari (Pemasok Limbah)Menuju (Penerima)Jenis Sumber DayaManfaat bagi Penerima
PLTUPabrik KertasUap Panas (Steam)Mengurangi kebutuhan boiler mandiri
PLTUIndustri MakananPanas BuangMenghemat konsumsi energi pemanas
Pabrik GulaPabrik PupukBagasse/Ampas TebuBahan baku pupuk organik
Pabrik KertasPLTUAir Limbah OlahanDigunakan untuk pendinginan
Industri MakananPabrik PupukLimbah OrganikBahan baku fermentasi pupuk

IV. Analisis Dampak dan Tantangan

1. Dampak Lingkungan dan Manfaat Kolektif

Penerapan jaringan simbiosis industri dalam Kawasan Industri Ekologis ini secara kualitatif memberikan manfaat sebagai berikut:

  • Mengurangi pembuangan limbah padat dan organik ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hingga ±30–40%, karena limbah dimanfaatkan kembali.

  • Menurunkan konsumsi energi primer pada Pabrik Kertas dan Industri Makanan melalui pemanfaatan uap panas dan panas buang dari PLTU.

  • Menghemat penggunaan air bersih melalui pemanfaatan air limbah yang telah diolah untuk proses non-kritis.

  • Mengurangi emisi gas rumah kaca akibat berkurangnya pembakaran bahan bakar tambahan pada masing-masing industri.

Secara keseluruhan, integrasi ini meningkatkan efisiensi sumber daya, menurunkan biaya operasional, dan memperbaiki kinerja lingkungan kawasan industri.


2. Tantangan Teknis

Salah satu tantangan utama dalam penerapan jaringan ini adalah penurunan kualitas energi, khususnya suhu uap panas, apabila jarak antar industri terlalu jauh. Hal ini dapat menyebabkan kehilangan energi selama distribusi. Selain itu, dibutuhkan koordinasi operasional dan investasi awal pada infrastruktur pipa, instalasi pengolahan air, serta sistem pengendalian mutu agar pertukaran sumber daya dapat berjalan secara aman dan berkelanjutan.


Kesimpulan

Perancangan Kawasan Industri Ekologis berbasis simbiosis industri menunjukkan bahwa kolaborasi antar industri mampu menciptakan sistem produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dengan pengelolaan yang tepat, limbah dapat diubah menjadi sumber daya bernilai, sehingga memberikan manfaat ekonomi sekaligus menurunkan dampak lingkungan secara kolektif.

ANALISIS KONSUMSI ENERGI PADA DAPUR KANTIN “SUKA MAJU” ( Tugas Mandiri 13)

 

ANALISIS KONSUMSI ENERGI PADA DAPUR KANTIN “SUKA MAJU”

1. Deskripsi Fasilitas

Objek observasi adalah Kantin “Suka Maju”, sebuah usaha kuliner skala kecil yang beroperasi setiap hari dan memproduksi makanan siap saji untuk mahasiswa dan karyawan. Aktivitas utama meliputi memasak nasi, menggoreng lauk, merebus air, dan penyimpanan makanan matang. Peralatan yang digunakan didominasi oleh peralatan listrik dan gas. Observasi dilakukan untuk mengidentifikasi peralatan yang mengonsumsi energi terbesar serta menentukan titik kritis penggunaan energi (energy hotspot).

2. Tabel Inventarisasi Peralatan dan Konsumsi Energi

NoPeralatanDaya / KonsumsiLama Pakai (jam/minggu)Konsumsi Energi
1Magic Com besar400 W84 jam33,6 kWh
2Kulkas150 W168 jam25,2 kWh
3Dispenser panas300 W42 jam12,6 kWh
4Lampu (4 unit)40 W60 jam9,6 kWh
5Kompor LPG±2 kg LPG/minggu92 MJ

Catatan:
Perhitungan listrik menggunakan rumus:

(Watt×Jam)/1000=kWh(\text{Watt} \times \text{Jam}) / 1000 = \text{kWh}

(Watt×Jam)/1000=kWh

3. Analisis Konsumsi Energi dan Identifikasi Titik Kritis

Berdasarkan hasil perhitungan dan visualisasi menggunakan diagram lingkaran (pie chart), Magic Com berkapasitas besar merupakan peralatan dengan konsumsi energi tertinggi, yaitu 33,6 kWh per minggu. Konsumsi energi yang tinggi ini disebabkan oleh durasi penggunaan yang sangat lama, karena Magic Com dibiarkan menyala dalam mode warming hampir sepanjang jam operasional kantin.

Meskipun kompor LPG digunakan untuk proses memasak utama, durasi pemakaiannya relatif singkat sehingga total konsumsi energinya lebih rendah jika dibandingkan dengan Magic Com. Magic Com juga menghasilkan panas secara terus-menerus, yang berpotensi meningkatkan suhu ruangan dan menyebabkan ketidaknyamanan kerja.

Dengan demikian, Magic Com dapat diidentifikasi sebagai energy hotspot pada fasilitas kantin ini.

1. Perhitungan Konsumsi Energi Listrik (kWh/minggu)

a. Magic Com Besar

Daya = 400 Watt
Waktu operasi = 12 jam/hari × 7 hari = 84 jam/minggu

Energi=400×841000=33,6 kWh/minggu

b. Kulkas

Daya = 150 Watt
Waktu operasi = 24 jam/hari × 7 hari = 168 jam/minggu

c. Dispenser Air Panas

Daya = 300 Watt
Waktu operasi = 6 jam/hari × 7 hari = 42 jam/minggu

Energi=300×421000=12,6 kWh/minggu\text{Energi} = \frac{300 \times 42}{1000} = 12{,}6 \text{ kWh/minggu}

d. Lampu Penerangan

Jumlah lampu = 4 unit
Daya per lampu = 40 Watt
Total daya = 4 × 40 = 160 Watt
Waktu operasi = 10 jam/hari × 6 hari = 60 jam/minggu

Energi=160×601000=9,6 kWh/minggu\text{Energi} = \frac{160 \times 60}{1000} = 9{,}6 \text{ kWh/minggu}

Total Konsumsi Energi Listrik

33,6+25,2+12,6+9,6=81,0 kWh/minggu33{,}6 + 25{,}2 + 12{,}6 + 9{,}6 = \boxed{81{,}0 \text{ kWh/minggu}}

2. Perhitungan Konsumsi Energi Bahan Bakar (LPG)

Penggunaan LPG = 2 kg/minggu
Nilai kalor LPG ≈ 46 MJ/kg

Energi LPG=2×46=92 MJ/minggu\text{Energi LPG} = 2 \times 46 = \boxed{92 \text{ MJ/minggu}}

4. Contoh Kalimat Analisis (Siap Ditempel di Laporan)

4. Usulan Perbaikan

Sebagai upaya pengurangan konsumsi energi tanpa menurunkan kualitas produksi, disarankan agar nasi yang telah matang dipindahkan ke wadah penyimpan nasi berisolasi termal (termos nasi). Dengan metode ini, Magic Com dapat dimatikan setelah proses memasak selesai, sehingga konsumsi energi listrik dapat dikurangi secara signifikan tanpa memengaruhi kualitas dan suhu nasi yang disajikan.

LAPORAN AUDIT ENERGI SEDERHANA (Tugas Terstruktur 13)

 

LAPORAN AUDIT ENERGI SEDERHANA

Industri Tahu–Tempe Skala UMKM

Profil Unit Usaha & Diagram Alir Proses

Kelompok :
Wisnu Prastyo aji
Shelly Anastasya Mutiara
Qhobid Casio

A. Profil Unit Usaha

  • Nama Unit Usaha: Industri Tahu–Tempe “Makmur”

  • Jenis Usaha: Produksi tahu dan tempe

  • Skala Usaha: UMKM

  • Produk Utama:

    • Tahu putih

    • Tempe kedelai

  • Kapasitas Produksi: ± 1.000 potong tahu per hari

B. Diagram Alir Proses Produksi

Kedelai (Bahan Baku) ↓ Perendaman Kedelai ↓ Penggilingan (Mesin Listrik) ↓ Perebusan Bubur Kedelai (Kompor LPG) ↓ Penyaringan ↓ Pencetakan Tahu ↓ Pemotongan & Pendinginan ↓ Produk Tahu Siap Dijual

Titik Masuk Energi:

  • Mesin penggiling → listrik

  • Kompor perebusan → LPG

  • Lampu & peralatan pendukung → listrik


3. Identifikasi Sumber dan Intensitas Energi

A. Sumber Energi yang Digunakan

NoSumber EnergiJenis Energi
1Listrik PLN Direct Energy
2LPG 3 kgDirect Energy
3Energi manusia (tenaga kerja) Indirect Energy

B. Estimasi Penggunaan Energi per Bulan

Sumber EnergiJumlah Penggunaan
Listrik500 kWh/bulan
LPG 3 kg10 tabung/bulan (total 30 kg LPG)

4. Perhitungan Dasar (Analisis Kuantitatif)

A. Konversi ke Satuan Mega Joule (MJ)

1. Listrik
1 kWh = 3,6 MJ

500 kWh×3,6=1.800 MJ

2. LPG
1 kg LPG ≈ 46 MJ

30 kg LPG×46=1.380 MJ

Total Konsumsi Energi per Bulan:

1.800+1.380=3.180 MJ/bulan

B. Intensitas Energi

Produksi tahu per bulan:
1.000 potong/hari × 30 hari = 30.000 potong/bulan

Intensitas Energi=3.180 MJ30.000 potong=0,106 MJ/potong tahu

C. Estimasi Jejak Karbon (Emisi CO₂)

1. Emisi dari Listrik
Faktor emisi PLN = 0,85 kg CO₂/kWh

500×0,85=425 kg CO₂

2. Emisi dari LPG
Faktor emisi LPG = 2,9 kg CO₂/kg

30×2,9=87 kg CO₂

Total Emisi CO₂ per Bulan:

425+87=512 kg CO₂/bulan


5. Analisis Efisiensi dan Rekomendasi

A. Identifikasi Kehilangan Energi (Energy Loss)

  1. Panas dari proses perebusan banyak terbuang ke udara karena tungku tidak tertutup.

  2. Mesin penggiling tetap menyala meskipun tidak digunakan (idling).

  3. Lampu dan peralatan listrik menyala sepanjang hari tanpa pengaturan waktu.

B. Rekomendasi Efisiensi Energi

  1. Menutup atau mengisolasi tungku perebusan
    → Mengurangi panas terbuang dan menurunkan konsumsi LPG.

  2. Mengatur waktu operasi mesin penggiling
    → Mesin hanya dinyalakan saat diperlukan untuk menghindari pemborosan listrik.

  3. Mengganti lampu konvensional dengan lampu LED
    → Konsumsi listrik lebih rendah dan umur pakai lebih lama.

Minggu, 14 Desember 2025

Observasi Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan di Kantin Kampus ( Tugas Mandiri 12 )

 

Laporan Observasi

Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan di Kantin Kampus

1. Lokasi dan Waktu Observasi

  • Lokasi: Kantin Kampus

  • Waktu Observasi: Jam makan siang (± pukul 11.30–12.30)

  • Durasi: ± 45 menit

Observasi dilakukan pada waktu puncak aktivitas, di mana sebagian besar mahasiswa dan staf kampus melakukan pembelian makanan dan minuman.

2. Hasil Pengamatan Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan

 
No. Perilaku Konsumsi Tidak Berkelanjutan (Deskripsi Singkat) Frekuensi / Tingkat Kejadian Dampak Negatif Utama
1 Membeli air mineral botol plastik sekali pakai lalu langsung dibuang setelah diminum Sangat sering Penumpukan sampah plastik sekali pakai
2 Makanan take-away menggunakan styrofoam atau plastik tanpa opsi wadah ramah lingkungan Sangat sering Sampah non-daur ulang dan pencemaran lingkungan
3 Penggunaan sedotan plastik untuk minuman dingin meskipun tidak diperlukan Sering Penambahan limbah plastik kecil namun masif
4 Sisa makanan tidak dihabiskan dan dibuang ke tempat sampah Sering Pemborosan makanan dan emisi dari limbah organik
5 Tidak adanya pemilahan sampah (organik dan anorganik tercampur) Sangat sering Menurunnya potensi daur ulang dan pengolahan limbah

3. Analisis Penyebab Perilaku yang Paling Sering Terjadi

Tiga perilaku yang paling sering ditemukan adalah penggunaan botol plastik sekali pakai, kemasan makanan tidak ramah lingkungan, dan tidak adanya pemilahan sampah. Beberapa penyebab utamanya antara lain:

  1. Faktor kenyamanan dan kepraktisan
    Konsumen cenderung memilih opsi paling mudah dan cepat, seperti membeli minuman kemasan dibanding membawa botol minum sendiri.

  2. Kurangnya fasilitas alternatif
    Tidak tersedia air minum isi ulang, wadah ramah lingkungan, atau tempat sampah terpilah yang memadai di area kantin.

  3. Kebiasaan dan rendahnya kesadaran lingkungan
    Konsumen belum terbiasa menerapkan perilaku konsumsi berkelanjutan dan belum memahami dampak jangka panjang dari sampah yang dihasilkan.

4. Saran Solusi Praktis

Untuk mengurangi praktik konsumsi tidak berkelanjutan di kantin kampus, berikut tiga rekomendasi solusi yang dapat diterapkan:

  1. Penyediaan fasilitas ramah lingkungan
    Pengelola kantin dapat menyediakan galon air minum isi ulang dan tempat sampah terpilah (organik dan anorganik).

  2. Insentif bagi konsumen berkelanjutan
    Memberikan potongan harga bagi mahasiswa yang membawa botol minum atau wadah makanan sendiri.

  3. Edukasi dan kampanye lingkungan
    Memasang poster atau media edukasi singkat di area kantin tentang dampak sampah plastik dan pentingnya konsumsi berkelanjutan.

Kesimpulan:
Berdasarkan hasil observasi, praktik konsumsi tidak berkelanjutan masih sering terjadi di kantin kampus. Namun, melalui penyediaan fasilitas yang mendukung, perubahan kebijakan pengelola, dan peningkatan kesadaran konsumen, perilaku konsumsi yang lebih berkelanjutan dapat mulai diterapkan secara bertahap.

Refleksi Etika Rekayasa dan Strategi Penerapan Ekologi Industri dalam Dunia Kerja (Tugas Mandiri 15)

  Refleksi Singkat  Integritas etika merupakan fondasi utama bagi masa depan industri di Indonesia yang berkelanjutan. Tanpa nilai kejujura...